Pernahkah anda merasakan mendapat pelayanan tak sesuai harapan? Maunya beres malah stres. Bayangan mendapatkan kemudahan tetapi kenyataan yang berakhir mengecewakan.
Saya
pernah melakukan pendampingan disebuah bisnis Laundry milik seorang
client yang dibelinya secara franchise. Ditilik dari brand dan prestasi
cukup menjanjikan, banyak penghargaan Nasional telah disematkan. Tetapi
karena sang franchisee tak memiliki cukup waktu mengelola langsung,
bisnis ini berjalan tak sesuai harapan.
Pemasaran
yang awalnya bagus dan stabil berangsur menurun, pemasukan yang
biasanya mampu menutup biaya operasional berangsur goyah. Mulai bulan
lalu pemilik yang nota bene client saya harus menyuntikan sejumlah dana
untuk menambal kekurangan.
Pelanggan
yang sebelumnya mendapat manfaat dari apa yang mereka butuhkan berbalik
mulai mendapat banyak persoalan tak terpecahkan. Beberapa kejadian baju
luntur, rusak saat proses washing ataupun pressing, pakaian yang masih
kotor, barang salah dan tertukar dengan pemilik lain tak cukup
terselesaikan.
Kebijakan
yang ditempuh hanyalah membayar ganti rugi atau memproses ulang baju
yang masih kotor. Akibatnya terjadi pengulangan-pengulangan, complaint
yang sebelumnya didapat dalam kurun beberapa saat kembali terjadi. Lama
lama pelanggan mulai kehilangan kepercayaan, mereka beranggapan
pengelola tak mampu menjaga kualitas yang dijanjikan.
Saya
harus menemukan akar persoalan mengapa bisnis yang cukup bagus
reputasinya tak mampu konsisten mencetak keuntungan? Setelah melakukan
orientasi dan pengamatan maka salah satu celah yang saya temukan adalah
belum dimilikinya formulasi penyelesaian customer claim.
Bisnis
Franchise, backbone operasionalnya adalah SOP (Standrad Operational
Procedure) maka saya mulai pelajari dan mencari tahu apa yang terjadi.
Saya mendapati bahwa semua proses dan prosedur telah lengkap dibuatkan
panduan dan ketentuannya.
Tetapi,
seperti saya paparkan diatas mereka lupa menuliskan SOP penyelesaian
customer claim maupun follow up perbaikannya. Secara teknis Franchisor
hanya membuatkan paduan solusi kuratif, yakni hanya membayar dan
mengganti.
Maka
solusi saya saat itu adalah menambahkan apa yang belum ada, segera
memformulasikan penangggulanganya kedalam SOP penanganan Customer Claim.
Saya juga membuat Customer Claim form yang digunakan menampung keluh
kesah pelanggan. Bahwa keluhan tak cukup hanya didengarkan, masuk
telinga kanan - diteruskan ketelinga kiri dan dikeluarkan, melainkan
harus ditulis dan didokumentasikan.
Berikut
ini saya bagikan solusi prefentif dengan teknik pencarian akar
permasalahan versi Toyota Production System (TPS) yang sederhana.
Resepnya sebagai berikut :
1. Pahami fakta dengan membandingkan situasi sebenarnya Vs Standar yang telah dibakukan (SOP).
2. Analisa dokumen menjadi data dengan pergi langsung (Blusukan-Jokowi mode on) ketempat permasalahan terjadi.
3. Tetapkan Target peningkatan/perbaikan yang akan dicapai.
4. Dimana
permasalahan diamati?, Apa kemungkinan penyebabnya (point of cause)
pakai teknik 5 – why? 5 Pertanyaan-Mengapa yang akan menghantar ke akar
masalah sehingga kita mendapat gambaran tindakan antisipasinya.
5. Temukan dan identifikasi tindakan penanggulangan.
6. Lakukan evaluasi atas pencapaian.
7.
Tetapkan standard yang akan digunakan di proses berikutnya ( Revisi SOP
jika hasil penelusuran menemukan akar masalah adalah karena adanya
kesalahan Prosedur yang telah dibakukan).
Karyawan
yang bertugas di Customer Service juga harus mendapatkan pembekalan
bagaimana menerima keluhan pelanggan dengan cara yang bijaksana.
Sejatinya pelanggan memberi complaint sebagai bentuk apresiasi cinta
tulus mereka kepada kita. Meski terkadang disampaikan berbalut amarah,
caci maki ataupun sumpah serapah .
Yang
terpenting dari ini semua bagaimana kita akhirnya mendapatkan
kepercayaan kembali dari pelanggan. Maka saya berikan jurus pamungkas :
Customer Claim Form setelah diisikan pelanggan, di follow up oleh team
internal yang dibentuk, mereka juga membubuhkan solusi prefentif agar
kejadian yang sama tak berulang. Kita kirimkan kembali hasil kerja
kepada pelanggan pemberi complain untuk menunjukan kesungguhan dan
perhatian kita, boleh juga ditambahkan gift atau voucher discount.
Usaha
sederhana ini bertujuan mencerahkan hati pelanggan, dan Anda tentu
seperti apa yang dikatakan pak Hermawan Kertajaya di dalam bukunya
Marketing 3.0 “ Pelanggan yang telah cinta mati untuk kita akan bersedia
menjadi Marketing Evangelist bagi produk/jasa kita”. Pelanggan dengan
sukarela tanpa diupah, dipaksa akan “memasarkan” produk kita ke semua
kenalan dan kerabat dekat.
Kalau sudah begini reputasi akan cepat pulih, prestasi melesat kembali dan omsetpun berseri lagi. Bagaimana menurut Anda?