
Sudah nonton film Jobs? Tentunya film tentang Steve Jobs, sang pendiri Apple Inc.
Ada angle menarik yang saya lihat dari film itu mengenai leadership dan entrepreneurship. Mengenai mindset pengusaha yang memiliki harus memiliki visi jauh ke depan.
Jobs sudah memiliki mindset
korporasi walaupun memulai usahanya di garasi. Hal ini terlihat dari
bargaining yang dilakukannya saat bertemu dengan Mike Markkula, sang angel investor.
Dalam perkembangannya, salah satu kunci besarnya Apple adalah dengan menjadi perusahaan publik dan melakukan fund raising
melalui IPO (Initial Public Offering). Nah, kalau bisnisnya masih
perorangan dan tidak berbentuk perusahaan (kalau di Indonesia PT), tidak
bisa menjadi perusahaan publik. Kenapa? Karena yang dijual adalah
lembar saham perusahaan tersebut.
Di sisi lain, Steve Jobs membesarkan bisnis dengan strategi branding, baik company maupun produk, bukan personal branding terhadap dirinya.
Bahkan
Jobs sebagai pendiri pun sempat "dibuang" oleh Apple. Hal ini
dimungkinkan karena dia bukan pengendali di Apple Inc, dengan kata lain
bukan pemegang saham mayoritas. Namun, Apple kembali menarik dirinya
saat mengalami masa krisis. Dan hingga kini, Steve Jobs telah
meninggalkan legacy.
Lalu, harus dimulai darimana?
1. Memahami Karakter Badan Usaha
Ada
berbagai badan usaha, tapi tidak semuanya badan hukum. Nah lho, apa
bedanya. Ada yang namanya PT (Perseroan Terbatas), ada CV, Firma dan
lainnya. Pahami dulu karakter dari tiap badan itu sebagai dasar
pemilihan.
2. Memilih Badan Usaha yang Tepat
Selain
memahami karakter dari jenis badan usaha, untuk memilih badan usaha
yang tepat, harus diperhatikan juga beberapa hal lain seperti:
persyaratan dari peraturan yang berlaku, pemisahan tanggung jawab dan
kekayaan, biaya pendirian, pengambilan keputusan dalam badan usaha. Hal
ini penting sebagai dasar pertimbangan dalam mendirikan badan usaha.
Khusus untuk pebisnis pemula, pahami alasan memilih PT dan alasan
memilih CV.
3. Memahami Fungsi dan Kewenangan Organ dalam Perusahaan
Seringkali
pengusaha pemula tidak memahami fungsi dan kewenangan dari organ
perusahaan dan cenderung mencampuradukkan hal tersebut disebabkan
pemahaman yang belum dibangun. Tidak semua pemegang saham itu harus
menjadi direksi atau komisaris.
Di
sisi lain, tidak semua direksi dan komisaris merupakan pemegang saham.
Karena jelas, dalam suatu PT, pemegang saham adalah pengambil keputusan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi adalah perwakilan dari
satu PT dalam melakukan kegiatan usaha sehari-hari, di sisi lain,
sedangkan Komisaris merupakan pengawas dari tindakan direksi.
Seperti
dalam kasus Steve Jobs, sekalipun dia salah satu pemegang saham, namun
oleh pemegang saham mayoritas, Jobs dapat diberhentikan dari posisinya
sebagai direksi perusahaan. Hal ini menunjukkan, setiap organ memiliki
fungsi dan kewenangan yang berbeda.
4. Menjalankan Perusahaan Sesuai dengan Kepatuhan Hukum (Compliance)
Tidak
perlu minta maaf kalau sudah minta izin. Tapi aspek hukum itu tidak
melulu soal izin kok, karena yang namanya izin itu identik dengan biaya
ya, hehe. Bukan soal itu saja, kepatuhan hukum itu lebih kepada teknis,
apa do(s) or don’t(s) bagi satu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya.
Semisal,
bagi satu PT ada kewajiban untuk melakukan CSR (Corporate Social
Responsibility). Jangan salah, kegiatan CSR ini bisa menjadi satu media
campaign yang baik bagi perusahaan lho. CSR bisa digunakan untuk
memfasilitasi Community Development atau kegiatan di luar core Business
perusahaan yang juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Tiap
bisnis atau industri akan berbeda-beda, memahami hak dan kewajiban
pelaku usaha di mata hukum tentu akan meningkatkan Citra dan Brand
perusahaan.